6 Kesalahan Pemberian Obat pada Anak
Slogan yang lazim kita dengar adalah "bila sakit berlanjut hubungi dokter". Akibat promosi iklan, orangtua bayi dan anak tidak berpikir panjang apakah memang anaknya sungguh memerlukan obat tersebut atau hanya karena tergoda dengan visualisasi tentang bayi yang sehat, gemuk dan lucu sesuai dengan promosi iklan produk suplemen maupun obat untuk anak. Mari kita perhatikan satu persatu hal-hal yang pernah dialami para ibu dan mungkin juga justru dialami sendiri dalam keluarga kita.
1. Bila bayi atau anak demam segera diberi obat penurun panas.
Sebenarnya, ketika terjadi demam atau naiknya suhu tubuh bayi, merupakan salah satu tanda/proses tubuh bayi bereaksi terhadap beberapa hal antara lain : infeksi ringan, dan tubuh secara alami berusaha melawan kuman. Demam juga menjadi salah satu tanda dehidrasi atau gejala kekurangan cairan pada tubuh dan beberapa penyebab lain.
Tidak perlu buru - buru diberi obat penurun panas. Perhatikan dahulu penyebabnya. Apakah bayi baru saja mendapat imunisasi? bila sudah ada pesanan dokter atau bidan maka obat penurun panas boleh diberikan. Perhatikan bila bayi teraba hangat dan tidak sedang imunisasi, apakah bayi terlalu rapat diselimuti. Bila iya akibat terlalu rapat selimut, buka selimutnya dan kenakan baju yang tipis serta berikan minum asi dan cek ulang suhu tubuhnya setelah beberapa saat dengan menggunakan termometer. Bila suhu masih di bawah 38 derajat Celcius, maka bayi tak perlu obat penurun panas. Cukup kompres air hangat dengan handuk tipis di sekitar leher dan ketiak, bila suhu cenderung naik 38 derajat, bawa bayi kepada tenaga kesehatan terdekat sambil tetap diberi ASI. 2. Obat untuk bayi diminum oleh ibu karena tak tega anak mimun obat, dengan harapan bayi akan mendapat efek obat melalui ASI.
Pemikiran seperti ini masih kerapkali ditemui bahkan di kota besar sekalipun. Banyak para ibu yang tidak tega bayinya harus minum obat dan akhirnya ibu yang mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter anak. Suatu ketika bayi Ibu " A" mendapat resep dari dokter untuk pengobatan infeksi pada bayinya. Berhubung setiap kali minum obat bayinya seperti rasa mau muntah, maka si ibu lalu berinisiatif minum obat tersebut dengan harapan bahwa bayinya akan mendapat efek kerja obat dari ASI.
Perlu diketahui bahwa dosis obat yang diberikan pada bayi sangat rendah dibandingkan dengan dosis obat orang dewasa. Dengan perhitungan miligram per berat badan bayi. Bisa dibayangkan bila obat tersebut yang minum ibunya, meskipun ada beberapa jenis obat - obat bisa saja terserap dalam ASI namun tentu saja sudah tidak bisa dijadikan sebagai cara pengobatan yang sesuai ketentuan. Maka tak heran bila bayi yang sakit tidak sembuh-sembuh akibat ibu yang mengkonsumsi obat tersebut.
3. Ingin anak sehat harus diberi suplemen vitamin.
Pemikiran ini perlu diluruskan kembali. Seorang bayi atau anak yang sehat tidak memerlukan suplemen apapun untuk menjaga daya tahan tubuhnya. Terlebih bila kebutuhan ASI dan makanan alami sebagai sumber vitamin dan mineral sudah cukup terpenuhi. Tambahan suplemen diberikan dengan pertimbangan ketika seorang anak mengalami kekurangan gisi berat, sakit dan dalam kondisi pemulihan kesehatan.
4. Bila anak tak suka makan sayur dan buah, cukup diganti dengan suplemen yang mengandung vitamin sesuai kandungan yang tertera pada kemasan.
Hal ini tidak benar. Anak tetap memerlukan asupan makanan alami dari sayuran dan buah buahan. Kebutuhan serat dan vitamin alami sangat penting bagi tubuh. Terutama mencegah kanker colon/kanker usus besar. Perlu diingat, bila anak terlalu banyak diberikan konsumsi suplemen vitamin yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh bila mengalami kelebihan asupan seperti vitamin A, D , E dan K. Maka alih alih bahwa vitamin tersebut berguna bagi tubuh justru dapat menjadi ancaman kesehatan karena mengendap dalam tubuh, meracuni hati/lever. Obat-obat dan vitamin yang tidak rasional dan tanpa indikasi medis yang jelas justru membahayakan ginjal bayi dan anak.
5. Pemberian obat untuk anak dengan meminta obat dari tetangga, teman dan tidak perhatikan sisa obat yang sudah kedaluwarsa.
Penyimpanan obat sangat berpengaruh terhadap khasiat dan keamanan obat bagi bayi atau balita. Salah satu contoh misalnya, jika memiliki anak demam atau sakit batuk pilek. Anak atau bayi tidak dibawa berobat ke tenaga kesehatan tetapi menggunakan obat sisa dari simpanan obat milik tetangganya yang belum lama mengalami sakit yang sama. Dengan harapan akan mengurangi biaya berobat.
Perlu diperhatikan bahwa setiap anak memiliki kepekaan dan reaksi alergi yang berbeda satu sama lain. Hal ini yang perlu diwaspadai. Pernah terjadi dimana anak mengalami sesak nafas akibat mengkonsumsi obat dari sisa simpanan obat anak lain. Selain reaksi alergi, penyimpanan obat juga berpengaruh terhadap khasiat dan keamanan sebuah obat.
Maka, kendati belum kadaluarsa kadang cara penyimpanan yang tidak tepat akan membuat obat terutama kemasan cair akan berjamur di tepi botol dan tertelan oleh anak. Selalu perhatikan betul tehnik penyimpanan pada suhu berapa derajat, dan baca baik-baik tangggal kedaluwarsa obat. Sebaiknya, pemberian obat pada bayi dan anak dalam pemantauan tenaga kesehatan.
6. Pemberian obat ditunda-tunda karena bayi dan anak sedang tidur.
Cara pemberian obat seeperti ini tidak tepat. Dosis obat akan bekerja sedemikian rupa secara berkesinambungan dengan jarak waktu tertentu. Bila sudah dijadwalkan sekian jam jarak pemberian obat, maka tetap bayi atau anak dibangunkan untuk minum obat agar daya kerja obat bekerja maksimal menyembuhkan penyakit yang dialami anak.
Sedapat mungkin di usia emas masa BALITA anak anak tidak banyak mengkonsumsi obat-obat kimia dan suplemen, kecuali atas indikasi medis dan sangat diperlukan. Ibu adalah orang yang paling utama untuk menjaga kesehatan bayi dan anak, jangan lupa berikan ASI agar anak selalu sehat bebas obat obatan. Karena ASI sumber kekebalan alami tubuh bayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar